Pages

Ads 468x60px

Labels

Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Kamis, 29 November 2018

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Keahlian Tahun Pelajaran 2018/2019


Uji Kompetensi Keahlian (UKK) ialah bab dari intervensi Pemerintah dalam menjamin mutu pendidikan pada satuan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan. Pelaksanaan UKK bertujuan untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa pada level tertentu sesuai Kompetensi Keahlian yang ditempuh selama masa pembelajaran di SMK. UKK dilaksanakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian praktik yang menguji aspek pengetahuan, keterampilan, dan perilaku pada 1 event.
UKK sanggup dilaksanakan memakai standar yang ditetapkan oleh industri, Lembaga Sertifikasi Profesi, dan/atau perangkat uji yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Tempat-tempat uji kompetensi. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan UKK harus dinyatakan layak sebagai kawasan uji kompetensi oleh koordinator Ujian Nasional Tingkat Provinsi atau Lembaga Sertifikasi Profesi. Sebagaimana tahun sebelumnya, nilai UKK akan diperhitungkan sebagai Nilai Ujian Sekolah untuk mata pelajaran kompetensi kejuruan.
Perangkat UKK yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersifat terbuka dan penerima uji sanggup berlatih memakai perangkat ujian tersebut sebelum pelaksanaan ujian. Secara umum perangkat Uji Kompetensi Keahlian terdiri atas :
  1. Soal Praktik Kejuruan (SPK) ialah berupa penugasanbagi penerima uji untuk menciptakan atau proses dan mengerjakan suatu produk/jasa
  2. Pedoman Penilaian Soal Praktik (PPsp) ialah instrumen yang dipakai untuk sumbangan skor setiap komponen penilaian. Lembar evaluasi memuat komponen penilaian, sub-komponen penilaian, pencapaian kompetensi, dan kriteria/rubrik penilaian.
  3. Instrumen Verifikasi Penyelenggara Ujian Praktik Kejuruan (InV) ialah instrumen yang dipakai untuk menilai kelayakan satuan pendidikan atau institusi lain sebagai kawasan penyelenggaraan ujian Praktik Kejuruan. Instrumen verifikasi memuat standar persyaratan peralatan utama, standar persyaratan peralatan pendukung,standar persyaratan tempat/ruang serta memuat persyaratan penguji yang terdiri atas penguji internal dan eksternal
Adapun dokumen yang sanggup diakses secara publik ialah :
  1. Instrumen Ujian Praktik Kejuruan
  2. Panduan Pelaksanaan Uji Kompetensi Keahlian
Mulai tahun pelajaran 2018/2019, Ujian Nasional Teori Kejuruan tidak lagi menjadi bab Uji Kompetensi Keahlian sehingga nilai Ujian Nasional tidak lagi diperhitungkan dalam nilai Uji Kompetensi Keahlian melainkan hanya untuk Sertifikat Hasil Ujian Nasional. Kisi-kisi Ujian Nasional Teori Kejuruan sanggup diunduh DI SINI

Sumber : http://psmk.kemdikbud.go.id

Kisi-Kisi Ujian Nasional Smk 2019


Ujian Nasional merupakan salah satu upaya pemerintah dalam penjaminan mutu di satuan pendidikan. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan sebagai berikut :
  • Pasal 63 ayat (1): Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
    • 1.  Penilaian hasil mencar ilmu oleh pendidik;
    • 2.  Penilaian hasil mencar ilmu oleh satuan pendidikan; dan
    • 3.  Penilaian hasil mencar ilmu oleh Pemerintah.
  • Pasal 66 ayat (1): Penilaian hasil mencar ilmu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional.
  • Pasal 66 ayat (2): Ujian Nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan,dan akuntabel.
  • Pasal 66 ayat (3): Ujian Nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
  • Pasal 68: Hasil Ujian Nasional dipakai sebagai salah satu pertimbangan untuk:
    • 1.  pemetaan mutu agenda dan/atau satuan pendidikan;
    • 2.  dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
    • 3.  penentuan kelulusan akseptor didik dari agenda dan/atau satuan pendidikan;
    • 4.  training dan pemberian pemberian kepada satuan pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
  • Pasal 69 ayat (1): Setiap akseptor didik jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan jalur non formal kesetaraan berhak mengikuti Ujian Nasional dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
  • Pasal 69 ayat (2): Setiap akseptor didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)wajib mengikuti satu kali Ujian Nasional tanpa dipungut biaya.
  • Pasal 69 ayat (3): Peserta didik pendidikan informal sanggup mengikuti UjianNasional setelah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Badan Standar NasionalPendidikan (BSNP)
Dalam perjalanannya penilaian hasil mencar ilmu oleh Pemerintah telah diselenggarakan semenjak tahun 1950an dan telah berubah bentuk berulangkali. Sebagaimana uraian berikut ini :
  1. Periode 1950-1960an. Pada periode ini Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan menyelenggarakan Ujian Penghabisan yang mana seluruh soal berbentuk esai dan diperiksa oleh pusat-pusat rayon.
  2. Periode 1965-1971. Pada periode ini Pemerintah memegang kendali pelaksanaan ujian di mana seluruh mata pelajaran diujikan dalam bentuk Ujian Negara.
  3. Periode 1972-1979. Pada periode ini Pemerintah mengendurkan peraturan dengan mempersilahkan masing-masing sekolah untuk menyelenggarakan ujian tamat dalam bentuk Ujian Sekolah. Kendali mutu lulusan (kelulusan) dipegang sepenuhnya oleh sekolah. Pemerintah hanya menyediakan pedoman pelakasanaan nya untuk menjamin kesetaraan penyelenggaraan ujian oleh masing-masing sekolah.
  4. Periode 1980-2001. Pada periode ini kendali mutu lulusan ditentukan oleh 2 model penilaian yaitu EBTANAS yang dikoordinir oleh Pemerintah Pusat dan EBTA yang dikoordinir oleh Pemerintah Daerah. Pada EBTANAS, kelulusan siswa ditentukan oleh kombinasi nilai rapor semester I (P), nilai rapor semester II (Q) dan nilai EBTANAS murni(R). Oleh alasannya itu pada periode ini, penentu kelulusan dipegang oleh Pemerintah dan Sekolah.
  5. Periode 2002-2004. Pada tahun 2002, EBTANAS diganti dengan penilaian hasil mencar ilmu secara nasional dan kemudian berubah nama menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Perbedaan yang menonjol antara UAN dengan EBTANAS ialah dalam cara memilih kelulusan siswa, terutama semenjak tahun 2003. Untuk  kelulusan siswa pada UAN ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara individual.  Pada UAN 2003 standar kelulusan ialah 3.01pada setiap mata pelajaran dan nilai rata-rata minimal 6.00. Soal ujian dibentuk oleh Departemen Pendidikan Nasional dan pihak sekolah tidak sanggup mengatrol nilai UAN.Para siswa yang tidak/belum lulus masih diberi kesempatan mengulang selang satu ahad sesudahnya. Pada UAN 2004, kelulusan siswa didapat menurut nilai minimal pada setiap mata pelajaran 4.01 dan tidak ada nilai rata-rata minimal.Pada mulanya UAN 2004 ini tidak ada ujian ulang bagi yang tidak/belum lulus.Namun setelah menerima masukan dari banyak sekali lapisan masyarakat, risikonya diadakan ujian ulang.
  6. Periode 2005-Sekarang. Mulai tahun 2005 untuk mendorong tercapainya sasaran wajib mencar ilmu pendidikan yang bermutu, pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) untuk SMP/MTs/SMPLB dan SMA/SMK/MA/SMALB/SMKLB. Sedangkan untuk mendorong tercapainya sasaran wajib mencar ilmu pendidikan yang bermutu, mulai tahun fatwa 2008/2009pemerintah menyelenggarakan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN)untuk SD/MI/SDLB. Khusus SMK, mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional ialah Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Kompetensi Kejuruan. Sejak tahun pelajaran 2014/2015, Pemerintah melaksanakan terobosan dengan menyelenggarakan Ujian Nasional Berbasis Komputer dengan Sekolah Menengah kejuruan sebagai penyelenggara terbanyak.
Setiap tahun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Badan Standar Nasional Pendidikan menerbitkan Prosedur Operasional Standar (POS) untuk menjamin pelaksanaan Ujian Nasional yang akuntabel.
POS Ujian Nasional Sekolah Menengah kejuruan sanggup diunduh melalui tautan berikut :
  • Permendikbud
  • POS UN Tahun Pelajaran 2018/2019
Kisi-kisi Ujian Nasional Sekolah Menengah kejuruan sanggup diunduh melalui tautan berikut :

Senin, 19 November 2018

Tuluskah Kita Menyayangi Nabi Saw?



Oleh : Arief B. Iskandar

Memasuki bulan Rabi’ul Awwal ibarat dikala ini, sebagian umat Islam biasa merayakan Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. dengan segala mulut kegembiraan dan rasa syukur. Tentu itu dilakukan lantaran dorongan rasa cinta umat ini kepada beliau. Namun demikian, sepantasnya—terutama dalam suasana Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. ini—setiap  Muslim merenungkan satu pertanyaan saja: Tuluskah kita menyayangi Rasulullah saw.?

Terkait pertanyaan di atas, saya ingin mengutip sebuah riwayat dalam Kitab Shahih al-Bukhari. Disebutkan kira-kira demikian: Suatu hari, Senin, Tsuwaibah tiba kepada tuannya, Abu Lahab seraya memberikan kabar wacana kelahiran bayi mungil berjulukan Muhammad, keponakan barunya. Mendengar itu Abu Lahab pun bersukacita. Ia kegirangan seraya meneriakkan kata-kata kebanggaan sepanjang jalan.

Sebagai bentuk luapan kegembiraan, ia segera mengundang para tetangga dan kerabat dekatnya untuk merayakan kelahiran keponakan tercintanya ini: bayi pria yang mungil, lucu dan sempurna.

Sebagai penanda sukacitanya, ia pun berkata kepada budaknya, Tsuwaibah, di hadapan khalayak ramai yang mendatangi usul perayaan kelahiran keponakannya itu, “Tsuwaibah, sebagai tanda syukurku atas kelahiran keponakanku (Muhammad), anak dari saudara laki-lakiku, Abdullah, maka kau menjadi insan merdeka mulai hari ini!”

Sayang, siapapun tahu, kelak Abu Lahab—yang notabene paman Nabi Muhammad saw. ini—justru tampil menjadi salah satu musuh utama beliau. Ia mengingkari risalah kenabian ia sekaligus menentang al-Quran yang ia bawa. Karena itu sosoknya kemudian dikecam dalam satu surat tersendiri dalam al-Quran, yakni Surat Al-Masad.

Namun demikian, lantaran mulut kegembiraannya menyambut kelahiran Muhammad, Abu Lahab mendapat dispensasi siksaan, yakni pada setiap hari Senin. Imam al-Hafizh as-Suyuthi berkata dalam Al-Hawy (I/196-197), “Saya melihat Imamul Qurra`, Al-Hafizh Syamsuddin Ibnul Jauzi, berkata dalam kitab ia yang berjudul, ‘Urf at-Ta’rif bi al-Mawlid asy-Syarif, dengan teks sebagai berikut: Telah diperlihatkan Abu Lahab sehabis meninggalnya di dalam mimpi. Dikatakan kepada dia, “Bagaimana keadaanmu?” Dia menjawab, “(Aku) di dalam neraka. Hanya saja, diringankan atas diriku siksaan setiap malam Senin. Hal ini lantaran saya memerdekakan Tsuwaibah ketika dia memberikan kabar gembira kepadaku wacana kelahiran Muhammad dan lantaran dia telah menyusuinya.”

As-Suyuthi berkata, “Jika Abu Lahab yang kafir ini, yang telah dicela oleh al-Quran, diringankan siksaannya dengan alasannya ialah kegembiraannya lantaran kelahiran Nabi Muhammad saw., maka bagaimana lagi keadaan seorang Muslim dari kalangan umat ia yang bertauhid, yang gembira dengan kelahiran ia dan mengerahkan seluruh kemampuannya dalam menyayangi beliau?! Saya bersumpah, tidak ada akibat dari Allah Yang Maha Pemurah kecuali Dia akan memasukkannya ke dalam surga.”

Riwayat wacana Abu Lahab ini pun dicantumkan di dalam Kitab Al-Barjanji yang terkenal, juga dinukil oleh Syaikh Muhammad bin Alwi al-Maliki dalam risalahnya, Hawla al-Ihtifal bi al-Mawlid hlm.8.

Riwayat ini kemudian dijadikan 'dalil' oleh sebagian ulama wacana keabsahan merayakan Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.

Tentu menarik kalau riwayat ini dikaitkan dengan realitas umat Islam hari ini. Banyak dari umat ini yang begitu antusias dengan Perayaan Kelahiran Nabi Muhammad saw. Namun, dikala yang sama, sebagian dari mereka—khususnya para penguasanya—sering tak berbeda sikapnya dengan Abu Lahab: mengabaikan al-Quran yang dibawa oleh Nabi saw., mencampakkan syariahnya dan menolak hukum-hukumnya dengan banyak sekali alasan.

Padahal bukankah demi al-Quran, syariah dan hukum-hukumnya, Nabi Muhammad saw. dilahirkan dan diutus?

Jika demikian, sekali lagi kita layak bertanya kepada diri sendiri: Tuluskah kita menyayangi Rasulullah saw.?

Di sisi lain, kita berduka sekaligus murka dikala al-Quran yang dibawa oleh Rasulullah saw. dinistakan.

Namun, apakah kita juga berduka dan murka dikala al-Quran sekian usang dicampakkan; dikala syariahnya sekian usang tak dipedulikan; dan dikala hukum-hukumnya sekian usang tak diterapkan?

Padahal bukankah demi al-Quran, syariah dan hukum-hukumnya, Nabi Muhammad saw. rela mengorbankan harta, keluarga, bahkan jiwanya?

Jika demikian, kita pun layak bertanya kepada diri sendiri: Tuluskah mulut kesedihan dan kemarahan kita dikala al-Quran dinistakan?

Faktanya, kita pun telah mengecewakan beliau. Bahkan kita telah benar-benar menyakiti perasaan ia sampai ia mengadu kepada Allah SWT: “Tuhanku, bahwasanya kaumku telah mengakibatkan al-Quran ini sebagai kasus yang diabaikan.” (TQS al-Furqan [25]: 30).

Semoga kita tidak ibarat Abu Lahab, yang hanya bersukacita atas kelahiran Nabi Muhammad saw., tetapi dikala yang sama mengabaikan al-Quran, menolak syariahnya dan enggan diatur dengan hukum-hukumnya.

Wa ma tawfiqi illa bilLah. []

#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahSolusiBersama
#ReturnTheKhilafah

Rabu, 07 November 2018

Para Khalifah Dan Penghormatannya Pada Guru



Oleh: Mahmud Budi Setiawan

Bulan Oktober dikenal dan diperingati ‘Hari Guru Sedunia’. Tapi benarkah penghormatan itu sepadan dengan amal dan jerih payah yang telah mereka lakukan?

Faktanya,  mereka yang seharusnya menempati posisi terhormat alasannya ialah keluhuran profesi, sejauh ini belum mendapat perlakuan layak. Di lapangan, yang justru seringkali terjadi mereka hanya didikte dan tak jarang dikriminalisasi. Ada kesenjangan perilaku yang luar biasa yang ditujukan kepada mereka: ketika guru dianggap salah, urusanya eksklusif ke pengadilan. Namun, ketika berhasil mendidik anak, maka penghormatan pada mereka kurang diberikan. Yang banyak justru dilupakan.

Di masa kejayaan Islam, guru begitu dihormati baik oleh negara dan masyarakat. Mehdi Nakosteen misalnya, dalam buku “Kontribusi Islam atas Intelektual Dunia Barat” (1996: 76-77) mencatat bahwa guru dalam pendidikan muslim begitu dihormati. Para pelajar muslim (mahasiswa) memiliki perhatian besar terhadap gurunya. Bahkan, sering kali lebih suka korelasi intelektual secara eksklusif dengan gurunya daripada dengan tulisan-tulisan mereka.

===

Penghormatan Negara

Raghib As-Sirjani dalam kitab “Mādza Qaddama al-Muslimūna li al-‘Ālām” (2009: 1/244) menyebutkan beberapa pola penghormatan itu.  Terkait pemerintah kepada guru sanggup dibaca keterangan dari Abdullah bin Mubarak Rahimahullah menuturkan ia belum pernah menjumpai guru, hebat Qur`an,  orang-orang yang berlomba-lomba melaksanakan kebaikan dan menjaga diri dari larangan-larangan Allah semenjak masa Rasulullah hingga kini melebihi apa yang ada di zaman Harun Ar-Rasyid.

Pada masanya, anak kecil usia 8 tahun hafal al-Qur`an atau anak usia 11 tahun menguasai fiqih dan ilmu lain, meriwayatkan hadits, berdialog dengan guru sudah hal lumrah pada dikala itu.  Apa rahasianya? Ini tidak lain alasannya ialah kepedulian Khalifah Harun kepada ilmu, guru serta murid semenjak dini. Untuk menggapai tujuan itu, berbagai dana yang dikeluarkan olehnya. Marwah guru di mata dia sangat agung sehingga diperlakukan dengan rasa hormat dan martabat tinggi.

Masih dalam buku yang sama (I/245), perhatian daulah terhadap guru juga diwujudkan dalam bentuk mencukupi kebutuhan bawah umur guru. Kebutuhan pokok dan biaya sekolah ditanggung oleh pemerintah sehingga menciptakan hidup mereka menjadi nyaman.

Pada masa Daulah Abbasiyah, tunjangan kepada guru begitu tinggi menyerupai yang diterima oleh Zujaj pada masa Abbasiyah. Setiap bulan dia mendapat honor 200 dinar. Sementara Ibnu Duraid digaji 50 dinar perbulan oleh al-Muqtadir. (I/231).

Contoh lain yang tak kalah menarik, terjadi pada masa Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi Rahimahullah, guru begitu dihormati dan dimuliakan. Syekh Najmuddin Al-Khabusyani Rahimahullah misalnya, yang menjadi guru di Madrasah al-Shalāhiyyah setiap bulannya digaji 40 dinar dan 10 dinar (1 dinar hari ini setara dengan Rp. 2.200,000 jadi setara Rp 110,000,000) untuk mengawasi waqaf madrasah. Di samping itu juga 60 liter roti tiap harinya dan air minum segar dari Sungai Nil.

===

Penghormatan Orangtua kepada Guru

Orang bau tanah pun demikian juga melaksanakan penghormatan tinggi kepada guru.  Pada masa keemasan Islam,  mereka sangat antusias menyekolahkan bawah umur mereka kepada para guru. Mereka menawarkan kontribusi dan membiasakan untuk mengajarkan bawah umur kepada mereka.

Suatu ketika Sulaiman bin Abdul Malik bersama pengawal dan anak-anaknya mendatangi Atha’ bin Abi Rabah untuk bertanya dan berguru sesuatu yang belum diketahui jawabannya. Walau ulama dan guru ini fisiknya tak menarik dan miskin, tapi dia menjadi tinggi derajatnya alasannya ialah ilmu yang dimiliki dan diajarkannya.

Di hadapan anak-anaknya ia memberi nasihat, “Wahai anak-anakku! Bertawalah kepada Allah, dalamilah ilmu agama, demi Allah belum pernah saya mengalami posisi serendah ini, melainkan di hadapan hamba ini [Atha’] (Aidh Al-Qarny, Rūh wa Rayhān, 296).

Ini memperlihatkan betapa terhormatnya guru atau orang yang berilmu. Sampai-sampai sekelas khalifah atau kepala negara masa ini harus mendatanginya untuk mendapat ilmu serta menasihati anak-anaknya untuk berguru dan menghormati guru.

Demikian juga Khalifah Harun Ar-Rasyid. Sebagai orangtua, dia mempercayakan pendidikannya kepada para guru. Biaya yang dikeluarkan oleh dia juga tak sedikit untuk memuliakan guru. Terlebih, guru juga diberi wewenang untuk mendidik anaknya sebagaimana bawah umur lain, tanpa harus sungkan alasannya ialah mendidik anak khalifah.

Di Nusantara juga begitu. Pada zaman Mataram Islam misalnya, oleh Mahmud Yunus –dalam buku “Sejarah Pendidikan Islam” (1993: 221-227)– disebut sebagai masa keemasan pendidikan dan pengajaran Islam di tanah Jawa alasannya ialah memiliki organisasi yang teratur dalam pemerintahan Negara Islam.

Kepedulian orangtua waktu itu sanggup dilihat dari  kontribusi pembiayaan pendidikan –seperti pesantren melalui pemungutan zakat,  srakah (iuran waktu nikah), wakaf dan palagara (pembayaran suatu hajat dari penduduk desa) juga raja.

Menariknya, begitu pedulinya-nya orangtua dan anak dalam duduk perkara pendidikan dan guru, pada waktu itu jikalau ada anak usia tujuh tahun belum sanggup membaca al-Qur`an, maka akan menjadi materi olokan teman. Mereka merasa aib jikalau pada usia itu belum sanggup baca al-Qur`an.

Sementara, kepedulian penguasa –dalam hal ini kerajaan—misalnya, pada tahun 1700, pada masa kerajaan Kartasura,  ada pesantren-pesantren yang dijadikan tanah perdikan diberi tanah sawah dan daerah tinggal sebagai hak milik bebuyutan yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.  Kedua pola tersebut memperlihatkan betapa pedulinya masyarakat dan kerajaan Mataram pada guru. Mereka berafiliasi dan bahwasanya untuk menghormati pendidikan dan guru.

Dari beberapa pola tersebut memperlihatkan bahwa Islam sangat menghormati guru. Itu terwujud melalui kepedulian negara dan masyarakat. Sebagai penutup, pesan yang tersirat A. Hassan dalam buku “Kesopanan Tinggi Secara Islam” (1993: 25-28) menarik untuk direnungi, “Sungguh pun ilmu-ilmu ada tertulis di kitab-kitab, tetapi kunci dan rahasianya ada di tangan atau di dada guru.” Beliau juga menyarankan: hormatilah guru, berlakulah sopan kepadanya dan turuti perintah-perintahnya di hadapannya dan di belakangnya.

===
Sumber: /search?q=

—————————————
Silakan share dan follow
FB, IG, Telegram
@MuslimahNewsID

Twitter: twitter.com/m_newsid

Grup WA:
http://bit.ly/JoinWAMuslimahNewsID
—————————————
Berkarya untuk Umat
—————————————

jangan pusing liat blog ini..!!!