Pages

Ads 468x60px

Labels

Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murahini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Senin, 31 Desember 2018

Refleksi Simpulan Tahun Pendidikan.




Oleh : Daniel Mohammad Rosyid, Rosyid College of Arts and Maritime Studies,
 29 Des. 2018

Sejak Orde Baru, pembangunan telah dirumuskan sebagai upaya peningkatan kapasitas produksi material dan konsumsinya, bukan sebagai upaya ekspansi kemerdekaan.
Instrumen utama dalam paradigma pembangunan menyerupai ini ialah persekolahan paksa massal ( mass, forced schooling).
Satu-satunya tujuan persekolahan ialah penyediaan tenaga kerja yang trampil, berdisiplin dan taat untuk dipekerjakan di banyak sekali sektor, terutama industri.
Persekolahan secara sengaja dijadikan alat untuk mengerdilkan pendidikan sebagai sebuah seni administrasi pembangunan untuk menyediakan syarat budaya sebagai bangsa merdeka.
Persekolahan tidak pernah dirancang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai instrumen teknokratik, persekolahan juga dimaksudkan untuk menyiapkan budaya konsumtif yang diharapkan biar investasi ekonomi memperoleh pasar yang aman bagi investasi.
Di atas budaya konsumtif inilah budaya hutang memperoleh lahan yang subur. Persekolahan telah mengubah kesempatan mencar ilmu yang melimpah menjadi komoditi langka.
Padahal mencar ilmu tidak pernah mensyaratkan persekolahan dengan semua formalismenya yang makin rumit, birokratis dan mahal serta menyerap begitu banyak sumberdaya.
Begitulah persekolahan telah berhasil menghasilkan sebuah masyarakat yang tidak mempunyai kesadaran budaya yang cukup untuk berani mengupayakan kehidupan politik sebagai ikhtiar bersama menyedialan kebajikan publik atau polity.
Narasi yang hilang dalam pembangunan yang buta budaya dan tuli politik ini ialah kemerdekaan.
Padahal Ki Hadjar Dewantara justru mengingatkan bahwa pendidikan terutama dimaksudkan untuk membangun jiwa merdeka, bukan sekedar membangun kompetensi, daya saing, bahkan susila mulia.
Akhlaq mulia jujur, amanah, peduli dan cerdas hanya dapat tumbuh dalam jiwa merdeka.
Pada jiwa merdeka itulah kita dapat tagihkan kesanggupan bertanggungjawab pada setiap warga negara.
Jujur, amanah, peduli dan cerdas ialah piranti yg dibutuhkan dalam pertanggungjawaban itu.
Hanya melalui jiwa merdeka itu kehidupan yang membahagiakan dapat tumbuh kembang di setiap hati masyarakat.
Benar kata Bung Hatta bahwa tujuan pembangunan itu untuk membuka semua kesempatan bagi setiap warga negara untuk hidup berbahagia.
Ke depan ini, pendidikan perlu dibebaskan dari monopoli persekolahan.
Pendidikan harus menjadi seni administrasi kebudayaan untuk membangun masyarakat merdeka.
Keluarga dan masyarakat  (terutama masjid) harus diberi tugas-tugas pendidikan bagi warga negara.
Keluarga harus ditransformasikan menjadi satuan edukatif dan produktif berskala kecil biar keluarga menjadi variabel investasi ekonomi dalam model makro ekonomi, bukan menjadi variabel konsumsi.
Masjid juga dikembangkan menjadi community-centres untuk mendidik warga muda untuk trampil bermasyarakat dalam banyak sekali bidang kehidupan.
Sekolah hanya komponen tambahan dan tambahan untuk menunjukkan ketrampilan-ketrampilan teknis vokasional yang diharapkan dalam acara produksi dan pelayanan publik.

0 komentar:

Posting Komentar

jangan pusing liat blog ini..!!!